https://padang.times.co.id/
Kopi TIMES

Karakter Pendidikan Bangsa-bangsa

Senin, 07 Oktober 2024 - 11:33
Karakter Pendidikan Bangsa-bangsa Awal Ikhwani, Inisiator LPM Detak Alinea FISIP Universitas Andalas

TIMES PADANG, PADANG – Gaya pendidikan Indonesia dengan “kurikulum merdeka” saat ini, sering sekali dikatakan meniru gaya pendidikan “sekolah komprehensif” ala Finlandia. Sekolah komprehensif Finlandia telah menjadi acuan sistem pendidikan dunia. Karena keberhasilannya menggabungkan tradisi serta inovasi dengan cara konstruktif yang berjalan melalui proses revolusioner. Tapi apakah benar demikian? Jikalau pun benar, bagaimana evaluasi sejauh ini?

Pendidikan antar Bangsa-bangsa

Falsafah pendidikan bangsa kita telah dicurahkan oleh Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar Dewantara dalam tiga semboyan: (1) Ing ngarso sung tuladha, (2) ing madya mangun karsa, (3) tut wuri handayani yang ditetapkan menjadi slogan Kementerian Pendidikan RI.

Ketika KHD menjadi menteri dari Kementerian Pengajaran Indonesia dalam kabinet pertama RI pada tahun 1950 dan memaknai falsafah pendidikan Indonesia. Sekolah komprehensif di Finlandia masih dirumuskan dan baru ditetapkan 17 tahun setelahnya. Namun sistem pendidikannya yang sukses hingga saat ini menunjukkan bahwa gagasan falsafah pendidikan Indonesia sudah seharusnya benar-benar diterapkan.

Setidaknya ada tiga alasan sekolah komprehensif menjadi pendidikan terbaik saat ini: Pertama, kepercayaan yang kuat pada kemampuan guru. Kedua, peluang jalur studi yang fleksibel. Ketiga, tingkat prestasi yang tinggi dan merata.

Fitur pendidikan ini secara implisit telah termuat dalam ketiga slogan Kementerian Pendidikan RI, yang bahkan ditetapkan lebih muda dari penerapan sekolah komprehensif di Finlandia. Lalu apa yang Indonesia tiru dari kesuksesan sistem pendidikan Finlandia?

Pendidikan Bangsa Kita

Kurikulum Merdeka yang sedang diterapkan saat ini mungkin akan tampak mengadopsi praktik administratif sekolah komprehensif di Finlandia. Seperti, ujian nasional tidak lagi dilakukan setelah pendidikan dasar dan sekolah tidak dibiarkan dinilai secara publik. Selain itu guru mengandalkan pedoman nasional ketika mengevaluasi siswa pada akhir masa pendidikan. 

Belajar dari penerapan sekolah komprehensif Finlandia. Pada mula penerapannya disertai penolakan dan penentangan reformasi pendidikan. Tetapi konsistensi setengah abad telah menunjukkan hasilnya dan mendominasi acuan pendidikan dunia. 

Meskipun Indonesia mungkin telah mengadopsi praktik administrasi yang serupa dengan Sekolah Komprehensif Finlandia. Namun, penerapan prinsip dasar dan tujuan pendidikan, baik yang dijalankan Finlandia, maupun yang telah disampaikan dalam slogan Kementerian Pendidikan kita masih belum diejawantahkan secara serius. 

Selain itu, adanya perubahan dan penghapusan mata pelajaran muatan lokal berpotensi melemahkan karakter dan menjauhkan generasi bangsa dari nilai-nilai ke-Indonesia-an. Mempertanyakan bagaimana kondisi dan makna kebangsaan serta kebhinekaan bagi generasi muda saat ini, dan bagaimana kita dapat memastikan nilai-nilai tersebut terus hidup dalam generasi mendatang?

Tuntutan dan Tantangan 

Narasi Indonesia, beserta seperangkat karakter nilai-nilai luhur bangsa haruslah diemban secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Sedang, cara paling efektif mewariskannya adalah melalui pendidikan formal wajib. 

Muatan-muatan lokal seperti sastra, seni, budaya dan identitas bangsa tidak boleh dikesampingkan, bahkan dihilangkan. Tetapi seharusnya justru semakin ditingkatkan dan disampaikan dengan lebih serius.

Pendidikan formal terutama pada strata pendidikan primer dan sekunder harus menjadi pengantar bagi siswa memahami berbagai fenomena dan keberagaman di sekitarnya. 

Anak-anak pada tahap pendidikan primer dan sekunder bukan hanya cukup diajarkan matematika, sains dan teknik informatika, tetapi juga formulasi imajinatif lewat muatan-muatan lokal. Melalui formulasi imajinatif dalam pendidikan dasar, dapat melengkapi kemampuan peserta didik dalam meningkatkan kreativitas, merangsang imajinasi, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sejak dini. 

Tentu memerlukan waktu yang panjang serta daya yang besar untuk beradaptasi menerapkan sebuah sistem pendidikan hingga dapat mencapai tujuannya, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sejauh ini sistem pendidikan kita masih perlu banyak dievaluasi. 

Di dalam tulisan ini di antaranya adalah menyiangi penerapan falsafah pendidikan kita dan mengembalikan mata pelajaran identitas kebangsaan dalam mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar. 

Ada tantangan dari kebiasaan siklus periodik pergantian kurikulum di Indonesia. Hal ini juga perlu disepakati bersama apakah sistem ini akan berkelanjutan seterusnya, atau akan ada kebaruan disruptif lainnya, atau justru kembali ke kurikulum pendidikan yang pernah diterapkan. Tetapi, jika Indonesia ingin mengadaptasi sistem pendidikan Finlandia yang selaras dengan falsafah pendidikan bangsa dan menyesuaikan karakteristik ke-Indonesia-an, mengapa tidak? 

***

*) Oleh : Awal Ikhwani, Inisiator LPM Detak Alinea FISIP Universitas Andalas.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Padang just now

Welcome to TIMES Padang

TIMES Padang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.