TIMES PADANG, PADANG – Di tengah hiruk-pikuk industri konsultan dan riset pasar yang kian sesak, muncul sebuah lembaga bernama Konnect, sebuah jejaring pakar yang tumbuh dari kebutuhan dunia bisnis akan informasi yang presisi, cepat, dan bersumber langsung dari mereka yang benar-benar terlibat dalam denyut nadi industri.
Konnect bukan firma konsultan dalam arti tradisional. Ia tidak menjanjikan laporan setebal ratusan halaman dengan jargon teknokratis. Sebaliknya, ia bekerja senyap seperti pusat lalu lintas data: menghubungkan perusahaan, investor, peneliti, dan lembaga publik kepada para ahli yang paham persoalan dari balik kemudi.
Di situs resminya, Konnect menggambarkan diri sebagai expert network, sebuah platform yang menjembatani kebutuhan bisnis dengan para profesional, dari eksekutif tingkat tinggi, analis teknis, akademisi, sampai pelaku UMKM berpengalaman.
Mereka yang terlibat tidak hanya diminta pendapat, tetapi diminta mengalirkan pengalaman. Konnect, dalam narasi itu, ialah pasar bagi pengetahuan spesifik pengetahuan yang biasanya tersembunyi di ruang rapat, pabrik, atau lapangan.
Fenomena expert network sebenarnya bukan barang baru. Model ini menjamur di pusat-pusat keuangan dunia seperti New York, London, dan Singapura. Investornya membutuhkan masukan cepat soal tren industri, perusahaan rintisan, regulasi baru, atau dampak kebijakan.
Korporasi besar memerlukan pandangan dari praktisi, bukan sekadar laporan statistik. Di ruang kosong antara kebutuhan itulah Konnect berdiri, menawarkan akses ke jaringan yang mereka klaim mencapai lebih dari satu juta ahli di lima ratus sektor.
Angka itu tentu perlu verifikasi independen, tetapi gambaran yang muncul cukup jelas: Konnect ingin menjadi pintu gerbang informasi yang hanya bisa diberikan oleh mereka yang pernah menjalaninya. Seorang analis energi mungkin butuh pandangan insinyur pembangkit listrik mengenai isu teknis yang tidak pernah tercatat dalam kertas kerja pemerintah.
Seorang kapitalis ventura mungkin memerlukan percakapan 30 menit dengan pelaku rantai pasok yang tahu betul bagaimana komoditas digital atau fisik bergerak dari satu negara ke negara lain. Dalam kategori kebutuhan seperti itu, kecepatan dan relevansi menjadi dua mata uang penting, dan Konnect memposisikan diri sebagai lembaga yang menyediakan keduanya.
Tidak seperti firma riset yang mengandalkan survei massal, Konnect mengedepankan pendekatan personal. Mereka lebih dekat pada gagasan knowledge on demand: ketika klien membutuhkan wawasan tertentu, tim Konnect menyaring ahli yang paling sesuai, mempertemukan dua pihak dalam percakapan terfokus, kemudian memastikan bahwa hasil diskusi dapat dimanfaatkan oleh klien dalam keputusan bisnis mereka.
Alur kerjanya relatif sederhana tetapi mengandalkan ketepatan kurasi. Klien terlebih dahulu menjelaskan pertanyaan inti, isu strategis, atau hipotesis bisnis yang ingin diuji. Tim Konnect kemudian menyeleksi para ahli berdasarkan pengalaman, kompetensi, dan pemahaman terhadap konteks lokal maupun global.
Setelah kesesuaian dianggap cukup, Konnect memfasilitasi pertemuan, biasanya dalam bentuk panggilan telepon, konferensi video, atau diskusi mendalam. Tidak jarang, klien meminta lanjutan interaksi jika menilai wawasan yang diberikan membuka lebih banyak pintu investigasi.
Sebagai perantara pengetahuan, Konnect bergantung pada fondasi yang sama dengan perbankan: kepercayaan. Mereka menegaskan komitmen terhadap etika keterlibatan, terutama soal kerahasiaan informasi, kepatuhan terhadap regulasi, dan perlindungan bagi baik klien maupun pakar.
Dalam dunia expert network, isu ini krusial. Banyak lembaga serupa di luar negeri pernah mendapat sorotan karena dituduh melonggarkan standar hingga berpotensi menyerempet ranah informasi material non-publik. Konnect, dalam pernyataannya, menegaskan pembatasan ketat agar tidak terjadi kebocoran informasi sensitif yang dapat merugikan pihak mana pun.
Namun sebagai lembaga yang bergerak dalam ruang digital, Konnect juga menghadapi tantangan reputasi. Beberapa situs penilai kredibilitas otomatis di internet, yang bekerja dengan algoritma sederhana, pernah mencantumkan skor kepercayaan rendah bagi domainnya.
Hasil seperti ini sebetulnya tidak bisa dijadikan patokan karena kerap hanya mengukur parameter teknis situs, bukan legitimasi operasional. Meski begitu, lembaga semacam Konnect tetap perlu memastikan bahwa transparansi publik, legalitas korporasi, dan keberadaan fisik lembaga tersampaikan jelas agar tidak menimbulkan ruang spekulasi.
Pertumbuhan Konnect mencerminkan perubahan lanskap dunia bisnis Indonesia yang semakin kompleks dan terfragmentasi. Informasi kini tidak lagi tersusun rapi dalam laporan resmi, tetapi tersebar dalam pengalaman-pengalaman yang menghuni kepala para pelaku industri.
Mereka yang berada di luar lingkaran praktisi sering kesulitan memahami kondisi lapangan yang sebenarnya, bagaimana regulasi diterapkan secara teknis, bagaimana pasar merespons perubahan kecil, atau bagaimana teknologi baru mengubah perilaku konsumen.
Konnect menempatkan diri sebagai penghubung untuk menjawab kesenjangan informasi itu. Keberadaan lembaga seperti ini menjadi penting terutama di negara berkembang, di mana banyak sektor industri belum terdokumentasi secara baik dan masih mengandalkan praktik informal. Di titik inilah Konnect menyodorkan ruang dialog yang mempertemukan mereka yang paham secara empiris dengan mereka yang membutuhkan gambaran strategis.
Konnect adalah cerminan dari era ketika pengetahuan menjadi komoditas yang semakin bernilai bukan dalam bentuk teori, tetapi dalam bentuk cerita langsung dari pelaku industri. Posisi Konnect mungkin belum setenar jaringan pakar internasional yang lebih lama berdiri.
Namun kehadirannya memperlihatkan bahwa Indonesia memasuki fase baru: fase ketika intuisi bisnis tidak lagi cukup, dan ketika perusahaan membutuhkan sudut pandang yang lebih tajam, lebih cepat, dan lebih dekat dengan kenyataan.
Dalam lanskap seperti ini, Konnect hadir sebagai jembatan sunyi yang menghubungkan ruang rapat dengan suara-suara dari lapangan. Sebuah peran yang halus, tak terlihat, tetapi semakin dibutuhkan.
***
*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |