TIMES PADANG, PADANG – Hujan tanpa jeda sejak beberapa hari terakhir membuat Kompleks Mega Permai Padang Sarai, Sumatera Barat, seperti lautan. Air yang terus meninggi tidak hanya merendam rumah, tetapi juga melumpuhkan kegiatan warga, terutama salam pemenuhan kebutuhan dasar.
Ketua DPRD Kota Padang, Muharlion mendatangi lokasi terdampak pada Selasa (25/11/2025). Langkahnya terhenti di depan rumah-rumah yang sebagian hanya menyisakan atap seng.
Saat menyapa warga satu per satu, keluhan yang sama berulang kali terdengar, dapur terendam, listrik padam, bahan makanan tak bisa diolah.
Bagi banyak keluarga, bertahan malam itu menjadi perjuangan tersendiri. Mendengar kondisi tersebut, Muharlion langsung merespons cepat menyediakan makanan siap santap bagi warga.
"Masyarakat minta makan. Kita bantu sebagian dulu. Ini yang paling mendesak,” ujar Muharlion.
Beberapa warga ingin dievakuasi, namun yang lain memilih tinggal, khawatir meninggalkan rumah yang masih terendam dan berisiko kehilangan barang berharga.
BMKG: Curah Hujan Tinggi Masih Berlanjut
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca buruk dengan intensitas hujan tinggi masih akan berlangsung hingga 27 November 2025. Artinya, ancaman banjir susulan bukan sekadar kemungkinan, melainkan kenyataan yang bisa datang kapan saja.
Melihat kondisi warga yang mulai kehabisan stok makanan, Muharlion menegaskan bantuan pemerintah harus segera didatangkan. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Pemko Padang untuk mempercepat pencairan Belanja Tidak Terduga (BTT).
"Jika hujan beberapa hari ke depan tetap turun, masyarakat jelas tidak bisa masak. BTT harus segera dicairkan,” tegasnya.
Warga Bertahan, Banjir Belum Menunjukkan Tanda Surut
Hingga malam menjelang, air di Kompleks Mega Permai masih menggenang stabil. Debit air dari daerah hulu turut memperburuk keadaan. Warga berharap bantuan logistik tidak datang terlambat, dan pemerintah bergerak lebih cepat sebelum situasi berubah menjadi krisis kemanusiaan.
Banjir di Mega Permai bukan hanya persoalan genangan, tetapi cerita tentang keluarga yang kehilangan akses makan, anak-anak yang terputus aktivitas, dan warga yang harus bertahan sambil menunggu uluran tangan. (*)
| Pewarta | : Dioni Arvona |
| Editor | : Bambang H Irwanto |