TIMES PADANG, PADANG – Di tengah derasnya persaingan industri kesehatan, nama OneMed kian melekat di benak publik. Perusahaan asal Sidoarjo ini bukan hanya dikenal sebagai pemasok utama alat kesehatan, tetapi juga menjadi simbol bagaimana industri lokal mampu bertahan bahkan tumbuh di tengah turbulensi global.
Laporan tahunan terbarunya memperlihatkan lebih dari sekadar neraca keuangan. Ia merekam perjalanan sebuah korporasi yang meneguhkan diri untuk tetap relevan, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Tahun 2023 menjadi momen uji daya tahan. Normalisasi harga pasca-COVID-19 membuat banyak produsen tertekan, namun OneMed mampu menjaga penjualan bersih di angka Rp1,73 triliun, hanya turun tipis 0,12 persen dibanding 2022.
Margin laba kotor tetap stabil di 31,8 persen, menghasilkan laba bersih Rp259,4 miliar. Angka ini mengirim pesan jelas: strategi bertahan mereka berjalan efektif.
Konteks industri juga ikut menopang. Indonesia tengah memasuki fase transformasi sektor kesehatan. Universal Health Coverage (UHC) melalui BPJS terus diperluas, sementara modernisasi infrastruktur dan reformasi regulasi dipacu lewat Omnibus Law Kesehatan 2023.
Kesadaran publik terhadap pentingnya kesehatan meningkat tajam pasca-pandemi, terutama di kalangan kelas menengah yang menjadi motor permintaan alat kesehatan.
Posisi OneMed menjadi istimewa karena kebijakan pemerintah yang mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta pembatasan impor. Peluang itu dijawab dengan ekspansi kapasitas produksi: pembangunan pabrik baru di Mojoagung dan Batang, serta peremajaan fasilitas Krian. Tujuannya memastikan rantai pasok lebih tangguh dan distribusi produk kian luas, dari Padang hingga Kendari.
Memasuki 2024, kinerja keuangan OneMed melonjak. Pendapatan mencapai Rp1,88 triliun dengan laba bersih Rp324 miliar, margin 17,2 persen. Lonjakan ini menandai pemulihan sekaligus konsolidasi bisnis, membantah anggapan bahwa normalisasi harga pasca-pandemi akan terus menekan produsen.
Momentum tersebut diperkuat dengan pembagian dividen tunai Rp96,6 miliar atau Rp3,57 per saham, serta program buyback saham hingga Rp5 miliar. Sinyalnya jelas: manajemen percaya pada prospek jangka panjang.
Transformasi juga terlihat di bidang teknologi. OneMed memperoleh izin BAPETEN untuk mengoperasikan fasilitas sterilisasi berbasis electron beam (E-Beam) di Mojoagung.
Teknologi ini memangkas waktu sterilisasi menjadi kurang dari satu menit, jauh lebih efisien dibanding metode lama ETO yang memakan 8–12 jam. Efeknya langsung terasa: kapasitas produksi naik, kualitas terjaga, daya saing ekspor meningkat.
Tak berhenti di situ, jejaring global diperluas. Kemitraan dengan Fresenius Kabi (Jerman), perusahaan Jepang, Prancis, dan India diarahkan pada co-branding serta manufaktur bersama.
Fokus besar kini ditujukan ke pasar Amerika Serikat, yang dikenal ketat sekaligus potensial. Pesan yang hendak ditegaskan: OneMed menyiapkan diri bukan hanya sebagai pemain domestik, tetapi juga global.
Namun laporan penuh angka itu juga diselingi wajah tanggung jawab sosial. Mulai dari program Gerakan Nasional Peduli Pekerja Rentan untuk 100 pekerja, hingga penghargaan Zero Accident 2023. Sertifikasi ISO 13485, 14001, dan 45001 menjadi bukti standar global dalam kualitas, lingkungan, dan keselamatan kerja.
Meski begitu, kritik tetap relevan. Pertanyaan penting muncul: sejauh mana klaim keterjangkauan benar-benar dirasakan masyarakat di pelosok Indonesia?
Distribusi ke kota besar relatif mudah, tetapi akses ke daerah terpencil masih bergantung pada logistik nasional yang kerap tersendat. Publik berhak menagih konsistensi antara janji dan kenyataan.
Memasuki paruh pertama 2025, tanda-tanda pertumbuhan berkelanjutan semakin nyata. Laporan kuartalan menunjukkan arah positif, seiring ekspansi global yang mulai menembus pasar Amerika Serikat. Di dalam negeri, jaringan distribusi makin rapat, didukung digitalisasi layanan serta penguatan customer care di Surabaya dan Jakarta.
Optimisme kian kuat karena pemerintah menetapkan industri kesehatan sebagai sektor prioritas melalui proyek Indonesia Health Systems Strengthening yang melibatkan Bank Dunia dan lembaga pembangunan multilateral. OneMed tampak siap memanfaatkan peluang itu.
Namun, membaca laporan OneMed tetap seperti menelusuri catatan keberhasilan yang penuh pujian diri. Seberapa besar investasi benar-benar meningkatkan layanan kesehatan? Bagaimana nasib pekerja dalam rantai produksi di luar penghargaan formal?
Kritik ini penting karena industri kesehatan tidak bisa semata dilihat dari kaca mata laba. Ia menyangkut hajat hidup orang banyak. Transparansi, keterbukaan data, dan pengawasan publik adalah syarat mutlak agar komitmen keberlanjutan tidak berhenti sebagai jargon.
OneMed, dengan strategi dan pencapaiannya hingga pertengahan 2025, menjadi cermin dinamika industri alat kesehatan nasional. Ia membuktikan produsen lokal bisa bertahan bahkan berkembang di tengah gempuran global dengan dukungan kebijakan pemerintah. Namun, tanggung jawab sosial harus lebih dari sekadar retorika.
Jika benar ingin menanam bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, OneMed wajib memastikan produknya benar-benar menjangkau masyarakat luas, bukan hanya tercatat indah dalam laporan tahunan. Pada titik inilah, publik berhak menuntut konsistensi antara kata dan kerja, antara janji dan realitas.
***
*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |