https://padang.times.co.id/
Opini

Laut yang Menyatukan

Selasa, 23 September 2025 - 16:31
Laut yang Menyatukan Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

TIMES PADANG, PADANG – Di sebuah pidato pada 1964, Presiden Soekarno mengingatkan bangsa bahwa laut bukanlah pemisah, melainkan penghubung antarpulau di Nusantara. Sejak itu, 23 September ditetapkan sebagai Hari Maritim Nasional. Meski tidak menjadi hari libur resmi, tanggal ini menjadi penanda penting bahwa Indonesia seharusnya menatap laut sebagai masa depan.

Lebih dari tiga dekade kemudian, pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, peringatan kelautan kembali ditegaskan. Melalui Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001, pemerintah menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara, untuk mengenang Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Kedua tanggal ini sering dipandang serupa, padahal keduanya lahir dari konteks sejarah yang berbeda.

Penetapan Hari Maritim Nasional pada 1964 muncul di tengah pergolakan politik dunia. Indonesia kala itu sedang gencar mengkampanyekan dirinya sebagai negara besar yang berdiri di atas laut. Bung Karno melihat potensi maritim bukan semata soal ekonomi, tetapi juga identitas nasional. 

Dalam pidato kenegaraan di Jakarta pada 23 September 1964, ia menegaskan pentingnya membangun Indonesia bahari, sembari mengingatkan bahwa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit bertumpu pada kekuatan laut. “Laut adalah halaman depan, bukan belakang rumah kita,” begitu kira-kira semangat yang dibawanya.

Tujuh tahun sebelum penetapan itu, sebuah deklarasi penting lebih dulu lahir. Pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja membacakan naskah yang kelak dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Isinya mengubah peta kedaulatan Indonesia. 

Jika sebelumnya, menurut aturan warisan kolonial Belanda tahun 1939, laut teritorial hanya diukur sejauh tiga mil dari garis pantai tiap pulau, maka Djuanda menyatakan bahwa laut di antara pulau-pulau Indonesia adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Deklarasi itu menjadi fondasi bagi lahirnya konsep Wawasan Nusantara. Laut bukan lagi dipandang sebagai pemisah, melainkan perekat kesatuan bangsa. Dunia internasional semula menolak. Baru pada Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982 prinsip negara kepulauan Indonesia diakui secara sah. 

Indonesia kemudian meratifikasinya lewat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Sejak saat itu, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia mendapat legitimasi global.

Empat dekade setelah Djuanda membacakan deklarasinya, Presiden Abdurrahman Wahid menegaskan kembali semangat itu. Melalui Keppres 126/2001, ia menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Berbeda dengan Hari Maritim Nasional yang hanya bersifat seruan moral, Hari Nusantara memiliki dasar hukum formal. 

Pemerintah mendorong peringatan ini dengan upacara, seminar, hingga kampanye publik. Meski tidak berstatus hari libur, Hari Nusantara lebih sering hadir dalam agenda resmi kementerian, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan kala itu, Rokhmin Dahuri, menyebut Hari Nusantara sebagai momentum untuk mengingatkan bangsa bahwa laut adalah masa depan. Hingga kini, kementerian tersebut rutin memperingati Hari Nusantara, dari kampanye menjaga laut hingga gerakan bersih pantai.

Di tengah masyarakat, publik kerap rancu membedakan Hari Maritim Nasional pada 23 September dan Hari Nusantara pada 13 Desember. Padahal, keduanya lahir dari jalur sejarah yang berbeda. Hari Maritim adalah ajakan Bung Karno untuk menumbuhkan kesadaran maritim, sementara Hari Nusantara lahir dari Deklarasi Djuanda yang kelak diakui dunia lewat UNCLOS. 

Meski berbeda jalur, keduanya menyuarakan hal yang sama: laut sebagai pemersatu bangsa. Indonesia yang terdiri dari lebih 17 ribu pulau hanya bisa berdiri utuh jika laut dipandang sebagai ruang strategis, bukan sekadar halaman belakang.

Namun enam dekade setelah Soekarno mengumandangkan Hari Maritim, tantangan justru makin menumpuk. Data Badan Pusat Statistik 2023 mencatat kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap Produk Domestik Bruto masih di bawah tiga persen. Padahal Indonesia memiliki zona ekonomi eksklusif seluas 6,4 juta kilometer persegi.

Selain itu, praktik penangkapan ikan ilegal masih marak. Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2022 mencatat 167 kapal asing ditangkap karena mencuri ikan di perairan Indonesia. 

Persoalan lain yang tidak kalah serius adalah sampah plastik. Menurut studi Jambeck dan kawan-kawan pada 2015, Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.

Semua itu menunjukkan bahwa dua peringatan kelautan tersebut seharusnya tidak berhenti sebagai seremoni. Keduanya bisa menjadi pengingat bahwa Indonesia tidak boleh abai. Sejarah telah membuktikan: ketika maritim kuat, nusantara berjaya; ketika laut diabaikan, bangsa ini kehilangan daya.

Hari Maritim Nasional dan Hari Nusantara sama-sama lahir dari semangat menjadikan laut sebagai perekat bangsa. Soekarno pada 1964 menegaskan pentingnya kesadaran maritim, sementara Djuanda pada 1957 mengukuhkan laut sebagai satu kesatuan wilayah NKRI. 

Gus Dur kemudian memberi payung hukum dengan menetapkan Hari Nusantara. Dua tanggal itu bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk diperingati bersama. Karena pada akhirnya, lautlah yang menyatukan Indonesia.

***

*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Padang just now

Welcome to TIMES Padang

TIMES Padang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.