TIMES PADANG, PADANG – Swasembada pangan masih menjadi salah satu target utama pemerintah Indonesia dalam memastikan kemandirian pangan nasional. Namun, tantangan yang dihadapi cukup kompleks, mulai dari perubahan iklim, keterbatasan lahan, hingga dinamika pasar global.
Lalu, langkah apa saja yang bisa dilakukan dalam empat tahun ke depan untuk mewujudkan swasembada pangan? Berikut adalah beberapa strategi konkret yang bisa diambil.
Pemanfaatan Teknologi Pertanian
Inovasi teknologi adalah kunci dalam meningkatkan produktivitas pertanian tanpa harus memperluas lahan. Teknologi seperti pertanian presisi (precision farming) dapat membantu petani memantau kondisi tanaman secara lebih efisien.
Dengan sensor IoT (Internet of Things) dan aplikasi berbasis data, petani bisa mengoptimalkan penggunaan pupuk dan air, sehingga tidak hanya meningkatkan hasil panen tetapi juga menekan biaya produksi.
Penggunaan drone untuk pemantauan lahan, serta kecerdasan buatan (AI) untuk analisis cuaca dan tanah, juga sangat potensial untuk diterapkan secara masif. Jika teknologi ini bisa diakses oleh petani kecil maupun besar, Indonesia akan lebih mudah meningkatkan produktivitas secara menyeluruh.
Program Diversifikasi Pangan
Untuk mencapai swasembada, ketergantungan terhadap satu jenis pangan, seperti beras, perlu diimbangi dengan diversifikasi pangan. Indonesia memiliki banyak sumber pangan lokal seperti singkong, jagung, sagu, dan ubi jalar, yang tidak kalah bernutrisi dan bisa menjadi alternatif bagi masyarakat.
Diversifikasi pangan juga membantu mengurangi risiko kelangkaan pangan jika satu jenis komoditas terkena gangguan produksi akibat cuaca atau hama.
Melalui edukasi dan kampanye, masyarakat bisa didorong untuk mengonsumsi sumber pangan lokal yang lebih beragam. Selain itu, dukungan pemerintah berupa kebijakan insentif dan akses pasar bagi petani penghasil pangan lokal akan mendorong peningkatan produksi dan kemandirian pangan nasional.
Revitalisasi Lahan Pertanian dan Optimalisasi Lahan Suboptimal
Indonesia memiliki banyak lahan sub optimal, seperti lahan kering, rawa, atau lahan gambut, yang masih bisa dimanfaatkan untuk pertanian dengan pendekatan yang tepat. Revitalisasi lahan ini bisa dilakukan melalui teknologi rekayasa lahan yang memungkinkan tanaman tumbuh pada kondisi tanah yang kurang subur. Salah satu contohnya adalah pengembangan teknik tanam di lahan rawa untuk menanam padi, seperti yang dilakukan di Kalimantan Selatan dan Sumatra.
Selain itu, peningkatan akses air di lahan-lahan ini sangat penting, baik melalui pembangunan irigasi atau teknologi irigasi hemat air. Dengan optimalisasi lahan sub optimal, Indonesia dapat memperluas area produksi tanpa harus mengorbankan lahan hutan yang berperan dalam menjaga ekosistem.
Penguatan Koperasi dan Kelompok Tani
Koperasi dan kelompok tani memegang peranan penting dalam pengembangan kapasitas petani dan distribusi hasil panen. Dukungan kepada kelompok tani berupa pelatihan, akses modal, serta pendampingan dalam penerapan teknologi baru dapat meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing petani lokal. Selain itu, koperasi juga bisa menjadi wadah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pemasaran hasil yang lebih terorganisir.
Di beberapa negara maju, koperasi tani terbukti sukses dalam meningkatkan daya tawar petani, menekan biaya distribusi, dan memastikan stabilitas harga. Dengan penguatan koperasi tani di Indonesia, petani dapat memperoleh harga yang lebih baik dan mengurangi ketergantungan pada tengkulak.
Penguatan Riset dan Kebijakan yang Mendukung
Riset yang mendalam sangat penting untuk mengetahui jenis tanaman, metode tanam, dan teknologi yang paling cocok diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Pendanaan untuk riset di sektor pertanian perlu ditingkatkan agar teknologi dan inovasi terbaru bisa lebih cepat diterapkan. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi juga bisa berperan dalam mendukung pengembangan varietas unggul yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, hama, atau penyakit.
Di samping itu, kebijakan yang mendukung, seperti perlindungan harga, subsidi pupuk yang tepat sasaran, dan insentif bagi petani yang menerapkan teknologi ramah lingkungan, juga akan memberikan dampak positif bagi swasembada pangan.
Langkah-langkah konkret ini membutuhkan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, peneliti, dan petani. Swasembada pangan bukan hanya soal memenuhi kebutuhan pangan saat ini, tetapi juga menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Dengan teknologi, kebijakan yang mendukung, dan semangat kolektif, Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan dalam empat tahun mendatang.
***
*) Oleh : Roza Yunita, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Langkah Jitu Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |