https://padang.times.co.id/
Opini

Harapan Kesehatan Rakyat

Rabu, 12 November 2025 - 17:25
Harapan Kesehatan Rakyat Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

TIMES PADANG, PADANG – Dua minggu menjelang tanggal 12 November, gelombang visual dari baliho-baliho bertema Hari Kesehatan Nasional rutin bermunculan menghiasi ruang publik. Di berbagai platform media sosial, Kementerian Kesehatan tak henti mengunggah video dan konten interaktif yang mengajak masyarakat untuk mempraktikkan gaya hidup sehat. 

Di lini depan layanan, rumah sakit dan puskesmas bersaing ramai menggelar berbagai kegiatan proaktif, mulai dari pemeriksaan kesehatan gratis, kegiatan donor darah masif, hingga acara jalan santai yang merangkul komunitas.

Namun, setelah semua euforia seremoni dan aktivitas itu mereda, satu pertanyaan mendasar dan kritis tetap menggantung: Sejauh mana negara secara fundamental dan sistematis memastikan rakyatnya benar-benar hidup sehat, dan bukan hanya sekadar disiapkan fasilitas untuk dirawat ketika sakit? 

Hidup sehat, sejatinya, jauh dari sekadar urusan personal atau tanggung jawab individu semata. Ia adalah hasil nyata dari sebuah sistem sosial, ekonomi, dan politik yang beroperasi secara harmonis dan adil. 

Di sinilah esensi peran negara diuji bukan hanya diukur dari penambahan spektakuler jumlah fasilitas rumah sakit, tetapi dari kemampuannya merancang dan menciptakan struktur masyarakat yang secara inheren tidak mudah jatuh sakit. 

Sayangnya, hingga pada titik ini, bagi sebagian besar warga di berbagai pelosok, kesehatan masih terasa sebagai kemewahan yang mahal dan sulit digapai. Kontrasnya begitu tajam: di metropolis besar, warga dapat dengan mudah menemukan dokter spesialis terbaik dengan biaya yang sudah ditanggung penuh oleh BPJS. 

Namun, di banyak daerah terpencil, pasien harus menempuh perjalanan darat atau air berjam-jam lamanya hanya demi mendapatkan pemeriksaan dasar dari seorang bidan desa. 

Ketimpangan layanan yang struktural ini telah menjadi luka lama yang teramat perih dan tak kunjung menemukan penawar, sekalipun Republik Indonesia telah melewati delapan dekade penuh kemerdekaan.

Negara harus segera dan tegas menegaskan kembali prinsip fundamental: yang dibutuhkan adalah akses kesehatan yang bersifat adil dan proporsional, bukan sekadar layanan yang seragam secara buta. 

Kebutuhan kesehatan masyarakat di pelosok Papua jelas tidak dapat disamakan dengan kebutuhan warga padat Jakarta. Oleh sebab itu, pemerataan tenaga medis yang terencana dan berkelanjutan harus menjadi prioritas kunci.

Insentif yang diberikan kepada para dokter yang bersedia mengabdi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) seharusnya tidak berhenti hanya pada tambahan gaji nominal. Insentif itu harus diperluas menjadi sebuah paket komprehensif, mencakup jaminan pengembangan karier profesional, penyediaan fasilitas hidup yang layak, serta penghargaan sosial yang tulus dan setimpal. 

Meskipun Kementerian Kesehatan sudah mulai melakukan langkah maju melalui skema pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (Hospital-Based Specialist Education), faktanya distribusi dokter di lapangan masih mengalami ketimpangan yang akut. 

Dari sekitar 400 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, lebih dari sepertiga di antaranya masih belum memiliki dokter spesialis dasar krusial seperti penyakit dalam, anak, atau kandungan. Di titik vital inilah, kebijakan afirmatif perlu bergerak dengan langkah yang jauh lebih cepat dan intervensi yang lebih tajam.

Secara umum, kita masih terlalu terperangkap dalam paradigma yang usang. Negara terlalu sibuk dan fokus pada upaya menyembuhkan orang yang sudah sakit, alih-alih melakukan pencegahan aktif terhadap potensi penyakit. 

Perlu dicatat bahwa alokasi belanja kesehatan terbesar negara kita terserap habis untuk menangani penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Ironisnya, PTM ini adalah kategori penyakit yang sebetulnya sangat mungkin dicegah hanya melalui perubahan fundamental pada gaya hidup sehat dan edukasi publik yang masif.

Perubahan paradigma menyeluruh ini menuntut sebuah revolusi senyap yang dimulai dari tingkat akar rumput. Puskesmas, sebagai garda terdepan, harus dikembalikan ke ruh aslinya: berfungsi sebagai pusat promosi kesehatan dan preventif, bukan sekadar tempat pendaftaran dan berobat bagi orang sakit. 

Kampanye edukatif mengenai gizi yang seimbang, pentingnya aktivitas olahraga, kesadaran akan kesehatan mental, dan bahaya fatal rokok perlu digencarkan. Pelaksanaannya harus menggunakan pendekatan yang sangat peka terhadap budaya lokal penyampaian yang menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh rakyat, bukan sekadar jargon-jargon kaku birokrasi. 

Ukuran sejati keberhasilan pembangunan kesehatan adalah: Masyarakat sehat bukanlah yang memiliki kecepatan penyembuhan luar biasa, melainkan yang secara kolektif tidak mudah jatuh sakit.

Menegakkan Standar Mutu yang Transparan

Masalah substansial lain yang menghambat kemajuan adalah lemahnya penegakan dan implementasi standar kesehatan yang ketat. Kita sering mendapati banyak rumah sakit yang belum terakreditasi secara penuh, mutu obat dan alat medis yang terkadang diragukan efektivitasnya, dan pengawasan terhadap sanitasi lingkungan yang masih sangat longgar. Negara wajib memiliki keberanian untuk menegakkan disiplin dan sanksi yang tegas di area ini.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) harus diberi ruang otoritas yang independen dan kuat, melampaui sekadar menjadi stempel formalitas administrasi. Seluruh fasilitas kesehatan memiliki kewajiban untuk mempublikasikan indeks mutu layanan mereka secara berkala dan terbuka. 

Indikator yang harus dipublikasikan mencakup waktu tunggu pasien, angka kepuasan pengguna layanan, hingga data jumlah kasus rujukan yang terjadi. Publik memiliki hak konstitusional untuk mengetahui dan menilai kualitas layanan yang mereka terima.

Selain itu, standar kesehatan juga harus mencakup hal-hal mendasar yang sering terabaikan: ketersediaan udara yang bersih, air minum yang layak konsumsi, dan pengelolaan limbah medis yang aman. Isu-isu lingkungan ini bukanlah beban Kementerian Kesehatan semata, melainkan menuntut kerja lintas kementerian yang terintegrasi mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup hingga Kementerian PUPR. Sebab, tanpa adanya lingkungan yang sehat, rumah sakit akan selamanya hanya berfungsi sebagai "bengkel perbaikan tubuh" yang terus-menerus mengalami kerusakan.

Satu lagi pekerjaan rumah (PR) besar yang mendesak adalah integrasi data dan efektivitas pendanaan kesehatan nasional. Hingga saat ini, data vital mengenai pasien, fasilitas layanan, dan pola penyakit masih tersebar secara sporadis di berbagai sistem terpisah, mencakup BPJS, dinas kesehatan daerah, rumah sakit, dan beragam aplikasi daerah. 

Akibat fatalnya, negara sering kali harus merumuskan kebijakan penting tanpa didasari oleh diagnosis data yang akurat dan komprehensif. Kementerian Kesehatan memang sedang gencar mengembangkan platform SatuSehat, sebuah sistem data terpadu berbasis digital. 

Namun, keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada sinkronisasi lintas lembaga dan komitmen penuh dari pemerintah daerah. Tanpa komitmen nyata, transformasi digital ini berisiko hanya berhenti pada tingkat presentasi PowerPoint yang indah.

Di samping data, persoalan pembiayaan juga menempati posisi yang sangat krusial. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah memberikan manfaat perlindungan bagi ratusan juta warga, tetapi keberlanjutannya sangat bergantung pada tata kelola dana yang efisien, transparan, dan akuntabel. 

Menciptakan portal anggaran kesehatan yang bisa diakses oleh publik secara real-time akan secara signifikan memperkuat kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa uang rakyat benar-benar kembali dan termanfaatkan bagi rakyat.

Membangun Budaya Sehat sebagai Identitas Bangsa

Namun, yang paling mendasar dan menjadi fondasi dari semua upaya di atas adalah membangun budaya hidup sehat. Negara boleh saja membangun rumah sakit yang termewah di dunia, tetapi jika masyarakat terus-menerus abai terhadap pola hidupnya sendiri, semua investasi tersebut akan menjadi sia-sia belaka.

Pendidikan kesehatan harus diangkat statusnya menjadi bagian integral dari kurikulum wajib di setiap jenjang pendidikan. Tujuannya agar anak-anak sejak dini belajar untuk mencintai dan merawat tubuhnya sendiri, layaknya mereka diajarkan untuk mencintai tanah air. 

Kolaborasi strategis dengan organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan media massa perlu diperluas jangkauannya. Sebab, kesehatan publik sejatinya bukanlah monopoli urusan dokter dan perawat, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh warga negara. 

Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus bersatu dan berdiri di barisan yang sama: menjadikan Indonesia yang lebih sehat bukan sebagai sebuah proyek musiman, melainkan sebagai kebiasaan kolektif yang mengakar kuat.

Hari Kesehatan Nasional tidak boleh berhenti pada ritual seremoni tahunan dan pidato-pidato normatif pejabat. Ia harus menjadi cermin transparan sejauh mana negara telah menepati janji luhur konstitusi: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahnya.

Negara yang sehat bukanlah entitas yang bangga karena memiliki gedung-gedung rumah sakit yang megah dan berlimpah, melainkan yang rakyatnya jarang sekali merasa perlu untuk datang dan berobat. 

Rakyat yang sehat bukanlah yang memiliki daya tahan tubuh luar biasa untuk menanggung penyakit, tetapi yang hidup dalam sebuah sistem sosial-ekonomi yang secara fundamental menjamin kesehatan mereka mulai dari kualitas udara yang dihirup, air yang diminum, hingga kebijakan publik yang menafkahi dan menunjang kehidupannya.

***

*) Oleh : Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Padang just now

Welcome to TIMES Padang

TIMES Padang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.