TIMES PADANG, PADANG – Media merupakan sarana komunikasi, ekspresi dan wadah yang dijadikan interaksi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Semenjak teknologi semakin berkembang tentu media yang mengarah ke jaringan internet tentu sangat masif digunakan.
Contohnya, media sosial baik itu Facebook, instagram, tiktok dan lainnya. Begitu juga dengan media pemberitaan contohnya TV, koran, radio, media online dan lainnya. Media biasanya dijadikan patokan oleh masyarakat untuk melihat kejadian-kejadian yang ada di tengah masyarakat setiap harinya.
Banyak berita-berita yang menjurus ke arah politik menjelang pilkada serentak tahun 2024 ini. Makanya media memiliki peran kunci bagi pasangan calon untuk meraup suara.
Kenapa media menjadi sasaran bagi pasangan calon terutama berita-berita yang dibuat oleh media yang ditujukan salah satu pasangan calon. Karena media adalah tonggak utama informasi yang beredar di tengah masyarakat. Informasi yang diberikan baik itu media sosial maupun media pemberitaan tentu selalu dinanti oleh masyarakat.
Di zaman era digitalisasi seperti saat ini, media adalah estafet yang digunakan masyarakat untuk menentukan arah politik. Karena dengan perkembangan teknologi masyarakat bisa mengakses pemberitaan terkait dengan pasangan calon yang akan memimpin masyarakat kelak.
Pilkada menurut penulis tidak kalah panas dengan pemilihan legislatif. Karena di Indonesia menjadi orang yang masuk dalam pemerintahan adalah hal yang sangat diminati kalangan masyarakat. Hal ini yang menjadi dasar bagi pasangan calon saat pilkada mengakomodir media sebagai sarana informasi bagi masyarakat.
Banyak cara yang dilakukan oleh pasangan calon di dalam media baik itu media sosial maupun media pemberitaan. Di dalam media sosial contohnya pasangan calon selalu memiliki buzzer yang loyal terhadap salah satu pasangan calon.
Tentu kita tidak asing dengan buzzer cebong dan kampret saat pemilihan presiden tahun 2019, apalagi saat sekarang buzzer yang loyal tersebut menjadi garda terdepan membela pasangan calon bahkan menjelekkan lawan politiknya.
Di dalam media pemberitaan misalnya, ada trik-trik yang dilakukan pasangan calon misalnya dengan membuat berita aktivitas salah satu pasangan calon. Hal ini yang membuat pilkada semakin memanas apalagi media-media yang memberitakan salah satu pasangan calon dengan tidak netral, tentu hal ini yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Hal seperti ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu di beberapa stasiun TV nasional yang dikatakan masyarakat baik itu di media sosial bahkan di dunia nyata, bahwasanya media tersebut memihak kepada salah satu pasangan calon.
Tetapi dari contoh kasus diatas tentu kita bisa melihat sisi positif dan negatif dari peran media pada saat tahapan pilkada sedang berlangsung. Positifnya dengan adanya media demokrasi di Indonesia seakan-akan hidup bahkan ramai di tengah masyarakat. Hal ini yang menjadi bahasan yang menarik dari netizen (pegiat media sosial) di tengah masyarakat.
Netizen sering menjadi pembela bahkan menjadi oposisi dari salah satu pasangan calon. Komentar yang bahkan tidak diduga-duga bisa saja menambah ramai suasana bahkan berujung panas dengan perdebatan-perdebatan di kalangan netizen.
Dari sisi negatif kita bisa melihat di dalam media sosial bahkan media pemberitaan selalu ramai dengan kontra bahkan tidak jarang melihat netizen mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan menjurus pada kasar. Hal ini yang bisa menjadi contoh yang tidak baik di tengah masyarakat dalam penggunaan media.
Sebenarnya media adalah salah satu sarana informasi bukan sarana yang digunakan untuk perkelahian. Tidak jarang kita melihat media yang tidak netral dalam pilkada ini akan di dikomentari dengan pedas oleh netizen. Hal ini yang mengakibatkan perpecahan di tengah masyarakat.
Kasus-kasus seperti diatas sering kita lihat bahwasanya politik sekarang dimenangkan oleh orang yang bisa menguasai media. Karena pusat informasi di zaman teknologi seperti sekarang tentunya adalah media.
Kasus seperti diatas adalah contoh sedikit kasus dari banyaknya media yang memberitakan perihal pilkada tidak secara netral bahkan banyak juga buzzer dari netizen yang mengatasnamakan simpatisan tetapi menjelekkan salah satu pasangan calon. Perpecahan di tengah masyarakat saat ini lebih memanas di media sosial, karena setiap orang memiliki media sosial di zaman teknologi pada saat ini.
Pada hakikatnya, pilkada merupakan acara pesta besar demokrasi bagi rakyat Indonesia. Kita sebagai rakyat tentu memilih pemimpin yang benar-benar memperhatikan serta memperjuangkan rakyat. Bukan hanya sekedar uang dan memiliki media, buzzer yang banyak. Akan tetapi memilih pemimpin bagi daerah sangat penting karena pemimpin yang baik adalah pemimpin hasil dari amanah rakyat.
Hal ini yang perlu diketahui oleh seluruh masyarakat pada saat menjelang pilkada nanti. Bukan hanya soal pemimpin yang bisa membeli media bahkan sering diberitakan di TV tetapi pemimpin yang benar-benar ikhlas terhadap rakyat. Tanggal 27 November 2024 adalah tanggal dimana kita menentukan nasib daerah kita di masa depan, karena dengan kita datang ke TPS memberikan hak suara kepada pemimpin yang benar-benar ikhlas kepada rakyat.
***
*) Oleh : Abdul Jamil Al Rasyid, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Media dan Pilkada Serentak 2024
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |