TIMES PADANG, SURABAYA – Peringatan HUT ke-80 RI pada 2025 bukan sekadar seremoni tahunan. Bagi Ketua DPD GMNI Jatim, Hendra Prayogi, momentum tersebut adalah ruang refleksi bagi bangsa sekaligus pengingat untuk meneguhkan kembali cita-cita luhur proklamasi.
“Peringatan 80 tahun kemerdekaan menjadi momen historis yang krusial. Ini saatnya kita meninjau kembali capaian bangsa sekaligus merumuskan arah masa depan yang lebih baik,” ujar Hendra, Minggu (17/8/2025).
Menurutnya, semangat kemerdekaan harus terus relevan lintas generasi. Ia menekankan, evaluasi perjalanan bangsa adalah kunci agar cita-cita proklamasi tidak berhenti sebagai simbol, melainkan menjadi pedoman nyata dalam pembangunan Indonesia.
GMNI dan Jejak Panjang Perjuangan
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), yang berdiri sejak 1954, disebut Hendra memiliki peran sentral dalam perjalanan sejarah pasca-proklamasi.
“GMNI bukan hanya wadah mahasiswa. Ia adalah organisasi perjuangan berlandaskan Marhaenisme yang diwariskan Bung Karno. Komitmen itu menjadikan GMNI garda terdepan dalam menjaga nasionalisme dan keadilan sosial,” paparnya.
Ia menilai, kedekatan perayaan 80 tahun kemerdekaan (2025) dengan Dies Natalis GMNI ke-70 (2024) memiliki makna simbolis yang kuat. “Ini bukan kebetulan, melainkan bukti sejarah bahwa perjalanan GMNI selalu terjalin erat dengan sejarah bangsa,” kata Hendra.
Trisakti Bung Karno, Kompas Perjuangan GMNI
Lebih jauh, Hendra menjelaskan, Trisakti Bung Karno yang mencakup tiga pilar – berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan – tetap menjadi kompas perjuangan GMNI di era kontemporer.
“Trisakti tidak boleh hanya jadi slogan. Ia harus menjadi paradigma kerja dan kerangka nyata bagi kader GMNI. Dengan Trisakti, visi Indonesia Emas 2045 bisa kita wujudkan,” tegasnya.
Menurut Hendra, GMNI menafsirkan Trisakti sebagai panduan praktis untuk mengawal kebijakan publik, menggerakkan aksi sosial, hingga memperkuat budaya nasional.
Implementasi Nyata di Lapangan
Dalam bidang politik, GMNI terus mendorong demokrasi yang sehat, kebebasan sipil, dan akuntabilitas pemerintah. “Mahasiswa adalah agent of change dan social control. Itu yang selalu kami tekankan,” jelas Hendra.
Di sektor ekonomi, DPD GMNI Jatim telah menggerakkan program Kader Bina Desa, yang menempatkan setiap komisariat mendampingi satu desa untuk mencari solusi persoalan masyarakat. “Kami juga ikut mendorong Koperasi Desa Merah Putih serta pelibatan UMKM lokal dalam program Makan Bergizi Gratis. Semua ini demi kemandirian ekonomi rakyat,” ungkapnya.
Sementara dalam bidang budaya, GMNI kerap mengadakan agenda kebudayaan. Salah satunya pagelaran seni di Banyuwangi pada 16 Agustus 2024 untuk memeriahkan HUT ke-79 RI.
“Bagi kami, budaya bukan hanya warisan. Ia fondasi perjuangan yang harus terus diperkuat. Spirit Ketuhanan yang Berkebudayaan dalam Trisila Marhaenisme adalah wujud komitmen kami,” kata Hendra.
Tantangan Era Digital
Hendra mengakui, memasuki usia 80 tahun kemerdekaan, Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda dibanding era kolonial. Globalisasi, disrupsi teknologi, dan ancaman ideologis menjadi ujian baru.
“GMNI harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi, memperkuat solidaritas sosial, dan tetap lantang menyuarakan aspirasi rakyat. Di tengah demokrasi yang cenderung elitis, GMNI wajib hadir sebagai pengawal nilai Pancasila dan Marhaenisme,” ujarnya.
Ia menegaskan, GMNI tidak boleh terjebak nostalgia masa lalu. “Kami harus terus melakukan refleksi diri, menyusun strategi, dan memastikan ideologi Bung Karno tetap relevan dalam menjawab masalah modern,” pungkas Hendra. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ketua GMNI Jatim: Trisakti Bung Karno Harus Jadi Kompas Perjuangan Bangsa
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |